PADANG, TOP SUMBAR – Forum Nagari Tigo Sandiang melalui kuasa hukum Vino Oktavia dan Associates melaporkan Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang kepada Menteri Agraria Tara Ruang (ATR)- Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) melalui surat pengaduan nomor: 02/SK-E/VOM-ASC/VIII/2019 tanggal 27 Agutus 2019 berkaitan dengan tindakan Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang mengeluarkan surat nomor: MP.01/707/13.71/VII/2019 tanggal 24 Juli 2019
“Mereka menyatakan bahwa tanah yang berada di Kecamatan Kota Tangah adalah tanah ulayat atau tanah kaum ahli waris Makboet MKW Lehar yang berada di empat Kelurahan yaitu Kelurahan Air Pacah, Kelurahan Dadok Tunggul Hitam, Kelurahan Bungo Pasang, Kelurahan Koto Panjang Ikur Koto, Kecamatan Koto Tangah Kota Padang sesuai dengan Surat Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang Nomor : 1568/1371/XI/2017 tanggal 27 November 2017 sudah dilakukan pemblokiran di atas tanah objek yang berada di 4 (empat) Kelurahan dimaksud yaitu Kelurahan Dadok Tunggul Hitam, Kelurahan Air Pacah, Kelurahan Bungo Pasang dan Kelurahan Koto Panjang Ikur Koto Kecamatan Koto Tangah Kota Padang sebagaimana dijelaskan dalam Peta Tunjuk Batas (Pengembalian Batas) tanggal 17 Maret 2016 oleh juru sita Pengadilan Negeri Padang,” papar Vino dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/08/2019).
Tindakan Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang menurut Forum Nagari Tigo Sandiang adalah tindakan tanpa dasar kewenangan dan bertentangan dengan Putusan Landraad nomor 90 tahun 1931 yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga tindakan tersebut telah dapat dinyatakan sebagai tindakan menyalahgunakan wewenang (bertindak sewenang-wenang), karena melanggar ketentuan pasal 18 ayat 3 undang-undang (uu) nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Badan dan atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 2 huruf c apabila keputusan dan atau Tindakan yang dilakukan: a. tanpa dasar kewenangan; dan atau b. bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Atas tindakan tersebut Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang diduga tidak saja menyalahgunakan wewenang secara admnistrasi tetapi juga menyalahgunakan kewenangan secara pidana sebagaimana dimaksud pasal 3 UU Pemberantasan tindak pidana korupsi, karena tindakan Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang dapat merugikan keuangan negara atas Barang Milik Negara berupa tanah negara yang berada di empat kelurahan Kecamatan Koto Tangah Kota Padang,” paparnya.
Adapun yang termasuk jelas Vino yaitu tanah bekas Eigendom Verponding nomor 1794 surat ukur nomor 30 tahun 1917 seluas lebih kurang 7.657.124 meter persegi yang dibeli oleh Gubernur Sumatera Tengah (Roeslan Moelyoharjo) bertindak atas nama Negara Republik Indonesia dari N.V Eksploitatie Van Onroerende Goederend dengan harga Rp. 1.064.475 berdasarkan akta jual beli nomor 1 tahun 1954 tanggal 1 September 1954 yang dibuat dihadapan Hasan Qalbi, wakil notaris di Kota Padang.
“Bahkan Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang tidak berwenang menghapuskan dan atau memindah tangankan barang milik negara karena merupakan kewenangan dari menteri keuangan sebagai pengelola barang milik negara berdasarkan pasal 3 ayat 1 dan 2, peraturan pemerintah (pp) nomor 27 tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik negara dan atau daerah dan pemindah tanganan barang milik negara berupa tanah haruslah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berdasarkan pasal 55 ayat 1 dan PP nomor 27 tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik negara,” terangnya.
Akibat tindakan dari Kantor Pertanahan Kota Padang ia menilai tidak hanya dapat merugikan keuangan negara tetapi juga merugikan masyarakat yang memiliki kurang lebih 3.005 sertifikat Hak Milik (SHM), 391 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), 55 sertifikat Hak Pakai dan telah ditempati lebih kurang 50 ribu kepala keluarga.
“Termasuk merugikan masyarakat yang memiliki tanah berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap seperti ahli waris Ranggaleh berdasarkan putusan Landraad nomor 53 tahun 1929. Ke semua masyarakat tersebut telah menjadi korban akibat tindakan dari Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang berdasarkan surat tertanggal 24 Juli 2019 yang bertindak sewenang-wenang,” tuturnya.
Tinndakan Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang ia sebut juga semakin merugikan masyarakat dengan dilakukannya pemblokiran dan pengukuran atas objek tanah di empat Kelurahan yang berada di Kecamatan Kota Tangah Kota Padang secara tidak adil (diskriminasi, red), serta bertentangan pula dengan surat menteri ATR-kepala BPN nomor: 1692/50/IV/2017 tertanggal 20 April 2017 yang mewajibkan Kantor Pertanahan Kota Padang untuk melakukan pengukuran secara kadastral terhadap objek perkara putusan Landraad nomor 90 tahun 1931 dan memperoses permohonan hak masyarakat terhadap penguasaan fisik di atas tanah negara bekas Recht van Eigendom nomor 1794 di luar bidang tanah objek perkara dalam putusan Landraad nomor 90 tahun 1931.
“Namun faktanya telah diabaikan dan dilanggar oleh Kantor Pertanahan Kota Padang demi memenuhi kehendak dari Lehar yang mengaku ahli waris kaum Maboet. Padahal Lehar yang mengaku ahli waris Maboet sampai sekarang tidak pernah memiliki putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang amar putusannya menyatakan bahwa kaum ahli waris Maboet memiliki tanah kaum seluas lebih kurang 765 hektar yang berada di empat Kelurahan, kecuali sebatas tanah objek perkara dalam Putusan Landraad nomor 90 tahun 1931 yang terletak di Kelurahan Dadok Tunggul Hitam dan bukanlah di empat Kelurahan sebagaimana klaim mereka saat ini,” sambungnya.
Berdasarkan pengaduan di atas, Forum Nagari Tigo Sandiang melalui kuasa hukumnya meminta kepada menteri ATR-kepala BPN agar menindak tegas Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang berserta pejabat di lingkungan Kantor Pertanahan Kota Padang, memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang segera mencabut surat nomor: MP.01/707/13.71/VII/2019 tertanggal 24 Juli 2019 dan menerbitkan surat keputusan dan atau tindakan yang menyatakan tanah kaum ahli waris Maboet adalah tanah yang dikuasai oleh Maboet sesuai dengan objek perkara perdata nomor 90 tahun 1931 beserta batas-batasnya.
“Dimana dalam surat tersebut juga berbunyi melakukan pengukuran secara kadastral terhadap objek perkara dalam putusan Landraad nomor 90 tahun 1931, serta mencabut pemblokiran atas objek tanah yang berada di empat Kelurahan dan memproses permohonan hak yang dimohonkan oleh masyarakat di luar bidang tanah. Selanjutnya kami meminta aparat penegak hukum terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengusut pihak-pihak yang diduga terlibat dalam ‘praktek mafia tanah’ yang telah merugikan masyarakat dan negara atas tanah bekas Eigendom Verponding nomor 1794 berdasarkan surat ukur nomor 30 tahun1917 yang berada wilayah di Kota Padang,” pungkasnya. (*)