YOGYAKARTA, TOP SUMBAR – Sebagai Kota yang pernah mengalami dampak parah dari peristiwa gempa bumi 2009, Pemerintah Kota (Pemko) Padang mengklaim telah berhasil dalam melakukan mitigasi bencana.
Hal tersebut diuraikan oleh Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Hendra Mardhi pada kegiatan Seminar Nasional Pengurangan Resiko Bencana di Balai Senat Gedung Pusat UGM pada 23-25 Juli 2019 yang bekerja sama dengan BNPB, Bappenas, Kemendes dan delegasi dari Selandia Baru.
“Mitigasi bencana merupakan program pemerintah pasca bencana gempa bumi 10 tahun lalu. Saat ini ditambah satu lagi pendekatan penanganan, yaitu mitigasi spiritual, dimana masyarakat mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME) yang menurunkan bencana. Seperti contoh, walaupun banyak para pakar yg memprediksi akan terjadi megatrush di Kepulauan Mentawai, tapi selama tindakan maksiat bisa diberantas, in shaa Allah semua akan bisa terselamatkan,” katanya, Rabu (24/07/2019).
Oleh karena itu, sambungnya, dalam bencana ada tingkatan, yaitu Disaster Risk Reduction, yaitu upaya pengurangan risiko bencana melalui pelatihan mitigasi bencana seperti Sekolah Cerdas Bencana, Masyarakat Cerdas Bencana Perhotelan dan Swalayan Cerdas Bencana. Setelah itu, baru masuk pada tahap pengurangan dampak akibat bencana.
“Sementara saat terjadi bencana maka tanggap darurat dilakukan secara cepat untuk menyelamatkan jiwa manusia, mengurangi kerugian dan lain-lain sehingga kita segera masuk ke dalam tahap pemulihan, dan itulah penanggulangan bencana,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki risiko tertinggi terhadap berbagai jenis bencana alam, karena posisi geografis yang merupakan tempat pertemuan empat lempeng tektonik dunia yang menghasilkan sesar-sesar subduksi.
Selain sesar intra lempeng, sampai saat ini telah ditemukan sekitar 295 sumber gempa aktif di seluruh Indonesia. Situasi itu menyebabkan Indonesia rawan terhadap bahaya gempa, tsunami dan aktivitas vulkanik
Selain itu kondisi iklim di Indonesia menyebabkan curah hujan tinggi di beberapa daerah dan kekurangan curah hujan di daerah lainnya, yang dikombinasikan dengan kondisi penataan kawasan yang tidak tertib dan berkembangnya daerah-daerah urban yang sangat padat tanpa disertai infrastruktur yang memadai meningkatkan ancaman bahaya banjir, longsor dan kekeringan
Dengan kondisi ancaman bencana alam yang ada, ditambah dengan berbagai bahaya akibat aktivitas manusia seperti kegagalan teknologi, kerusuhan sosial, aksi terorisme dan sebagainya, maka risiko bencana bagi dunia industri di Indonesia cukup besar, dampaknya akan merugikan usaha dan industri karena terganggunya berbagai fasilitas dan infrastruktur yang dapat menyebabkan terganggunya operasi kegiatan usaha dan industri. Perlu dilakukan langkah-langkah sistematis untuk menurunkan risiko gangguan usaha karena bencana. (*)