Tinggal menghitung hari menjelang Pilpres dan Pileg, Nurani Perempuan Women’s Crisis Center melakukan diskusi terfokus dengan Dr. Selinaswati, MA. Sosiolog dari Universitas Negeri Padang. Peluang perolehan suara yang bakal didapatkan oleh para caleg perempuan pada periode 2019 ini masih menjadi tanda tanya.
Berbagai pemikiran kritis dan keprihatinan terhadap kondisi caleg perempuan muncul dalam diskusi yang dilakukan di kantor Nurani Perempuan pada hari Kamis lalu, (11/04/2019). Faktanya saat ini, politisi perempuan cenderung mengalami peminggiran.
Politisi perempuan belum banyak yang ditempatkan dalam posisi strategis. “Pengambilan kebijakan di internal parpol masih didominasi oleh pengurus laki-laki. Tapi pada saat pileg, ketika perempuan dibutuhkan sebagai persyaratan administratif (untuk 30% perempuan menjadi caleg), partai meminang banyak perempuan untuk dijadikan caleg,” ungkapnya.
“Saya melihat ini salah satu contoh bagaimana perempuan diperalat, dimajukan ketika adanya kepentingan parpol untuk mendapatkan kekuasaan”, ujar Fitri Fidia alumni jururan Ilmu Politik, Fisip, Unand.
Disadari atau belum oleh caleg perempuan ataupun partai politik, ini menjadi realita yang nyata tampak hingga sekarang, tambahnya.
Selanjutnya Dr. Seli menyatakan, pentingnya dilakukan penyadaran bagi pengurus partai. Pimpinan partai politik seharusnya memastikan kebijakan yang dapat menjawab kebutuhan kader perempuan. Kebijakan tersebut diimplementasikan diantaranya dengan menempatkan kader perempuan di jajaran pimpinan untuk mengambil keputusan strategis.
Pengalaman memimpin bagi perempuan akan membangun kepercayaan publik akan kapasitas perempuan di parpol. Agaknya memang diperlukan perjuang parpol untuk memastikan kesetaraan dan keadilan melalui penempatan kader perempuan partai pada posisi strategis pengambilan kebijakan.
Bila tidak dilakukan maka akan berdampak pada lemahnya kepercayaan konstituen pada parpol dan kader perempuan yang diusung sebagai caleg.
Menurut Yefri Heriani, jika partai politik masih disibukan dengan pertarungan perebutan kekuasaan, maka berbagai isu keadilan dan kesetaraan bagi perempuan akan terpinggirkan. Ini tentu akan merugikan negara yang telah memproduksi kebijakan untuk meningkatkan keadilan dan kesetaraan bagi perempuan.
Salah satu kebijakan yang sudah lebih dari dua dekade kehadirannya adalah UU Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Ratifikasi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Kebijakan ini tidak hanya berisi bagaimana perempuan dalam politik, tapi tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat, dimana perempuan adalah bagian terbesar jumlahnya. Partai politik seharusnya mengambil bagian untuk memastikan tujuan ini.
Data KPU menunjukan bahwa total caleg untuk DPR RI 7.968 orang. Caleg perempuan 3.194 orang dan laki-laki 4.774 caleg. Artinya caleg perempuan telah mencapai 40,09%. Sementara di Sumatera Barat total caleg 935 orang. Caleg perempuan 355 (37,97%) dan caleg laki-laki 580 (62,03%).
Kebijakan zipper system, menempatkan caleg perempuan dan laki-laki secara selang seling merupakan suatu terobosan. Melihat data KPU, jumlah caleg perempuan telah mencapai lebih dari namun, tidak tampak ada upaya mempromosikan atau mengkampanyekan caleg perempuan secara sistemati dan masiv oleh parpol.
Dengan demikian kebijakan itu pun tak akan memberikan dampak pada elektabilitas caleg perempuan. Peserta diskusi memperkirakan kemenangan perempuan pada periode ini belum akan mencapai 25% perolehan kursi legislatif untuk perempuan.
Karenanya beberapa hari akan dilaksanakan pemilihan legislatif ini, hendaknya partai politik segera melakukan startegi yang jitu agar caleg perempuan benar-benar mendapatkan suara yang mengantar mereka sebagai legislator perempuan.
Partai politik segera memanggil para caleg perempuan yang mulai frustasi dalam berkampanye melihat beratnya pertarungan politik di tengah pemilih. Dukungan ini ditujuak kepada para caleg perempuan yang bukan petahan, bukan keluarga/pejabat yang sedang berkuasa, tidak berasal dari keluarga yang memiliki relasi dengan penguasa karena bisnis atau usaha mereka. (***)