Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abi ketika memberikan kata sambutan di Palu, Sulteng
SULAWESI TENGAH — Perjalanan Tim Penanggulangan Bencana (PB) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Barat ke lokasi gempa bumi, tsunami dan likuifaksi Palu, Sigi, dan Donggala Sulawesi Tengah, selain mengantar bantuan uang, Rendang, dan lain-lain juga sekaligus sebagai bahan kajian tersendiri bagi Sumatera Barat dalam pembelajaran penanggulangan bencana di daerah.
“Kesedihan, pilu gempa Palu mesti menjadi bahan pelajaran dalam penanggulangan bencana daerah di Provinsi Sumatera Barat,” ujar Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit di hotel Amaras Palu Selatan, Rabu malam (10/10).
Menurutnya, mesti ada planning A dan B, sehingga suasana masyarakat dan stabilitas daerah tetap terkendali, karena Sumatera Barat merupakan daerah potensi bencana. Selain itu, perlu dibuatkan aturan dan standar operasional pelayan (SOP) dalam penanggulangan bencana, dalam kajian yang jelas.
“Peta potensi bencana diberbagai kabupaten/kota di Sumbar mesti menjadi sosisliasi yang jelas kepada masyarakat. Peran dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi setiap kondisi bencana menjadi gaya hidup yang biasa, sehingga ini tentu akan dapat meminimalisir korban resiko bencana tersebut,” katanya.
Disebutkan Nasrul Abit, BPBD berkoordinasi dengan BNPB, mesti segera menyiapkan hal tersebut dalam berbagai sisi, aturan bentuk sosialisasi, tim penanggulangan bencana dan peran masyarakat saat terjadi bencana, jangan sampai masyarakat pindah atau keluar tidak ikut serta dalam penanggulangan bencana. Ia mengaku prihatin terhadap para pengusaha dan pemilik toko yang besar keluar dari Palu, sehingga perekonomian daerah lumpuh. Setiap pemerintah daerah butuh banyak dukungan dari seluruh elemen daerah dalam memulihkan kembali pembangunan pasca bencana. Sebab, penanggulangan bencana merupakan tanggungjawab bersama dalam menciptakan kondisi masyarakat bisa kembali bangkit dari troma dan kesedihan.
“Masih teringat kisah da Buyung, perantau Minang bencana likuifaksi di perumahan Petobo, pada saat pertemuan Wagub dan Tim PB Sumbar, tadi siang dengan IKM Sulteng, Rabu, 10 Oktober 2018. Sore menjelang malam itu, terjadi gempa 7,4 Skala Richter (SR). Gempa dahsyat itu membuat kota menjadi kelam, listrik mati. Ada Tsunami di pinggir laut, ada bangunan yang runtuh dan ada tanah bergerak bersama lumpur. Di Petobo, tiba-tiba tanah bergerak-gerak dan amblas, yang membuat rumah warga, termasuk da Buyung ikut amblas. Pekik ketakutan, histerius terdengar dimana-mana,” ujar Nasrul abit menirukan cerita Buyung.
Buyuang mencoba tatap tegar menceritakan peristiwa yang ia alami itu, lanjut Nasrul Abit, berusaha mencari tempat lebih nyaman tidak pada tanah yang bergerak dan mengapai tempat ketinggian. Ia menyaksikan saudara-saudaranya ikut terbawa tanah yang amblas hilang entah kemana. Kemudian tanah bergelombang hebat, bergerak cepat tempat itu bergeser dan tiba-tiba lumpur muncul meninggi menutupi perumahan. Malam semakin hitam pekat, tidak tahu kemana mesti menyelamatkan diri. (Syafri)