Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Guspardi Gaus
PADANG, TOP SUMBAR — Persoalan sarana dan prasarana (Sarpas) Mitigasi Bencana diakui menjadi kendala utama bagi pemerintah kabupeten/kota hingga provinsi. Namun penyiapan anggaran untuk Sarpas ini tak bisa dibiarkan begitu saja. Penganggaran di pemerintah daerah mesti diajukan setiap tahunnya.
”Kita tak bisa menunggu begitu saja dari pemerintah pusat. Jika menunggu, bisa-bisa masyarakat yang dirugikan. Apalagi Sumbar termasuk daerah rawan bencana. Mulai dari gempa, tsunami, baniir, longsor dan lainnya,” kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Provinsi Sumatera Barat Guspari Gaus, Rabu (3/10).
Guspardi Gaus menyebutkan, jika dilakukan penganggaran secara rutin maka kebutuhan itu akan tercukupi. Misalnya membuat jalur evakuasi, bisa dilakukan secara bertahap dengan memprioritaskan pada daerah yang dinilai rawan.
Begitu juga dengan shelter, bisa dimanfaatkan gedung bertingkat, dan lainnya. Guspardi Gaus menyebutkan di anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat memiliki keterbatasan dalam membantu daerah menyiapkan dan melengkapi Sarpas Mitigasi ini.
”Jika difokuskan pada satu tahun anggaran, maka APBD bisa tersedot dan membuat program lain tak berjalan,” katanya.
Di sisi lain, kesiapan dan kepedulian masyarakat juga dibutuhkan. Masyarakat juga mengetahui dan memahami apa yang dilakukan jika bencana terjadi. Proses ini mesti sejalan dengan melengkapi Sarpas Mitigasi tadi.
Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi Sumatera Barat Taufik Hidayat menyebutkan, komisinya juga intens melakukan pembahasan dengan mitra kerja dalam Mitigasi. Bahkan Komisi IV ini telah melakukan permintaan langsung ke BNPB untuk membuatkan shelter.
Dia meminta BNPB untuk segera menambah shelter di Sumatera Barat terutama di Kota Padang yang sangat rawan ancaman tsunami.
Pada kesempatan itu, Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat Dapil Kota Padang itu menyerahkan secara langsung proposal permohonan pembangunan shelter untuk Kelurahan Pasie Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah.
“Pasie Nan Tigo memiliki penduduk sekitar 14 ribu jiwa. Kelurahan ini sangat rawan dari ancaman tsunami, karena posisinya memanjang garis pantai lebih kurang sekitar 8 kilometer. Penduduknya padat sepanjang garis pantai tersebut. Namun sampai saat ini, kelurahan ini belum memiliki fasiltas penyelamatan untuk warganya apabila terjadi tsunami. Baik jalur evakuasi maupun shelter yang memadai,” jelas Taufik Hidayat.
Untuk itu dia memohon kepada BNPB untuk dapat membantu pembangunan shelter di Kelurahan Pasie Nan Tigo.
“Paling tidak kelurahan ini butuh 4 shelter penampungan, serta 5 jalur evakuasi untuk menuju jalan Bypass, untuk menyelamatkan diri jika terjadi tsunami,” katanya.
Selain itu ia juga meminta supaya Pemerintah Kota Padang aktif untuk mendata tanah-tanah fasum yang ada di sepanjang pantai untuk bisa dibangun shelter. Data-data tanah fasum ini bisa diserahkan ke BNPB untuk dapat diusulkan untuk membangun shelter. (Syafri)