PADANG, TOP SUMBAR — Keterbatasan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (ABPD) menyebabkan pembangunan dilaksanakan berdasarkan skala prioritas di Kota Padang. Ironisnya, anggaran yang terbatas tersebut menyebabkan pembangunan dan rehabilitasi sekolah tidak menyentuh seluruh sekolah di kota ini.
Salah satunya, Sekolah Dasar Negeri (SDN) 26 Pampangan yang terletak di Pagambiran Ampalu Nan XX Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang, Sumatera Barat. Kondisi SD 26 Pampangan sangat memprihatikan, seakan tak mendapat perhatian serius dari pemerintah. Membuat Ketua Komisi IV DPRD Kota Padang, Maidestal Hari Mahesa mengelus dada saat mengunjungi sekolah tersebut, Sabtu, 13 Oktober 2018.
“Guru dan muridnya mau sehat, tapi bagaimana dengan sarana dan prasarana sekolah ini yang tidak terperhatikan. Ruang sekolahnya sangat lembab, atap banyak yang bocor, lokasi sekolah dipinggir bukit, nyaris longsor. Mohon perhatiannya ke lokasi ini, sangat prihatin kita dibuatnya,” ujar pria yang akrab disapa Esa ini, sembari mengelus dada menceritakan kepada wartawan, Senin (15/10/2018).
Menurut keterangan, baik dari komite dan guru, jelas Esa, sekolah ini tidak pernah ada kunjungan atau perhatian, bahkan sentuhan dari Pemerintah Kota Padang untuk perbaikan sarana prasana di sana. Ironisnya, calap Esa, anak-anak dan keluarga di daerah itu rata-rata bekerja sebagai buruh angkat, dan menengah kebawah.
“Mau pakai apa mereka untuk ikut berpartisipasi dalam membangun sekolah itu. Kita selalu gembar gemborkan kota layak anak, tapi kenyataannya? Masih banyak sekolah dasar yang tidak terperhatikan,” ungkap Ketua DPC PPP Kota Padang ini.
Padahal, ulas Esa, usia SD ini rentan dengan segala macam penyakit, psikologi dan lainnya. Komisi IV DPRD Kota Padang sangat berharap Wali Kota Padang mengintruksikan jajarannya agar turun sendiri ke lapangan untuk mengcek seluruh SD yang ada di Kota Padang, terutama di daerah pinggiran kota.
“Kita lihat, tak hanya lokal, atap, bangku, meja yang tak layak, mushalla tempat anak-anak dan guru beribadah pun tidak terpakai lagi. Kepada saya, para guru dan komite mengatakan, ada niat untuk mencarikan dana, tapi mau cari kemana. Sebab, orang tua siswa pun banyak yang kesulitan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja mereka susah dan guru serta komite pun takut nanti dianggap pungli,” ungkap Esa. (H/by)