Suasana Seminar DPRD Provinsi Sumatera Barat
PADANG, TOP SUMBAR — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat menggelar seminar terkait perubahan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Kondisi eksisting daerah dan perubahan kebijakan pemerintah serta beberapa hal lain menjadi faktor yang menjadi alasan perubahan tersebut dilakukan.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Arkadius Datuak Intan Banno menjelaskan, perubahan kondisi eksisting tersebut antara lain disebabkan oleh terjadinya perubahan atau alih fungsi lahan, juga akibat dari timbulnya perubahan kebijakan pemerintah.
“Berbagai perubahan yang terjadi tersebut harus diakomodir sehingga perubahan RTRW tersebut harus dilakukan,” kata Arkadius dalam seminar yang digelar di Ruang Sidang Utama DPRD Provinsi Sumatera Barat, Kamis (2/8).
Arkadius Datuak Intan Banno menjelaskan, alih fungsi lahan terjadi melalui SK Menteri Kehutanan Nomor 35 Tahun 2013. Sedangkan dari aspek kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
“Berdasarkan SK Menteri Kehutanan tersebut terjadi alih fungsi lahan seluas 80 ribu hektar. Sementara dari aspek kebijakan pemerintah adalah adanya program pemanfaatan Tanah Objek Reforma Agrarian (TORA) untuk lahan pertanian masyarakat,” lanjutnya.
Ia menegaskan, perubahan RTRW bukan untuk melegalkan kesalahan dalam pemanfaatan ruang dan wilayah. Perubahan RTRW diharapkan dapat menjadi starting poin untuk percepatan pembangunan daerah. Selain itu, juga dipengaruhi penetapan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K), serta penetapan kawasan industri.
“Berbagai kondisi tersebut tentunya harus diakomodir melalui perubahan RTRW,” katanya.
Menurutnya, percepatan pembangunan daerah bisa dilakukan dengan tersedianya ruang dan wilayah yang proporsional, akomodatif, partisipatif dan sesuai dengan kebutuhan daerah dan masyarakat.
Seminar Ranperda perubahan RTRW 2012-2032 tersebut menghadirkan beberapa orang pakar. Antara lain dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Bung Hatta (UBH) Hamdi Nur. Menurutnya, implikasi terhadap penataan ruang adalah
penyusutan lahan pertanian.
“Dalam kurun waktu sepuluh tahun, telah terjadi penyusutan lahan pertanian sebagai implikasi dari penataan ruang,” katanya.
Dia berharap, perubahan RTRW Sumatera Barat tersebut memuat kebijakan penetapan lahan pertanian berkelanjutan. Menurutnya, topografi daerah Sumatera Barat terdiri dari perbukitan dan pergunungan. Sekitar 54,9 persen lahan di Sumatera Barat adalah kawasan hutan.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Sumatera Barat Suwirpen Suib menambahkan, permasalahan tapal batas merupakan hal yang perlu segera dibenahi, seiring dengan perubahan RTRW. Tapal batas menjadi kendala dalam melakukan pemetaan wilayah.
“Persoalan tapal batas menjadi kendala dalam memetakan wilayah. Persoalan ini harus segera dibenahi seiring dengan perubahan RTRW,” ujar Suwirpen Suib.
Suwirpen Suib juga mengungkapkan, perubahan RTRW Sumatera Barat 2012-2032 juga akan mencakup penataan dan zonasi terhadap beberapa kawasan. Diantaranya adalah zonasi kawasan Danau Maninjau dan penataan wilayah pertambangan, karena Danau Maninjau dan wilayah pertambangan telah beralih kewenangan ke pemerintah provinsi. (Syafri)