Suasana Rapat Paripurna DPRD Provinsi Sumatera Barat
PADANG, TOP SUMBAR – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat telah mengesahkan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran-Plafon Penggunaan Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD) Tahun 2018, Jumat (24/8) sore. Dengan begitu pengesahan APBD perubahan (APBD-P) sudah selangkah lebih dekat. Namun pasca pengesahan ini, DPRD Provinsi Sumatera Barat menyorot serius perihal pos-pos pendapatan daerah yang dinilai belum maksimal.
Pada KUPA-PPAS tersebut memang terjadi peningkatan pendapatan daerah dari target yang telah ditetapkan pada APBD induk Tahun 2018. Kenaikan pendapatan daerah pada APBD-P sesuai KUA-PPAS ada sebesar Rp4,6 miliar. Namun beberapa pos pendapatan dinilai tak dikelola dengan maksimal.
Kenaikan ini berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) sebanyak Rp2,3 miliar dan dana perimbangan naik sebesar Rp1,7 miliar. Selain juga kenaikan dari pendapatan sah lainnya sebesar Rp307 juta.
“Total pendapatan daerah untuk APBD-P direncanakan Rp6,43 triliun,” ujar Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Provinsi Sumatera Barat, Raflis berdasarkan laporan hasil pembahasan Tim Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi Sumatera Barat.
Dilanjutkan Raflis, namun walaupun pendapatan ini naik dibandingkan dengan APBD induk, tim banggar DPRD meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat untuk memaksimalkan potensi sumber pendapatan. Apalagi, pos pajak daerah yang merupakan indikator utama PAD tidak mengalami perubahan, yakni masih sebesar Rp1,7 triliun.
“DPRD menilai pos pajak daerah ini bisa lebih ditingkatkan melebihi target Rp1,7 triliun di APBD induk itu,” ujarnya.
Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat, Hendra Irwan Rahim pun menuturkan hal yang sama. Menurutnya, hingga semester I Tahun 2018 target pendapatan dari pos pajak ini sudah terealisasi 46,47 persen. Jika dianalisis berdasarkan tren realisasi pajak daerah dari Tahun 2015 hingga tahun 2017, realisasi pajak bisa mencapai 103 persen. Maka seharusnya pada APBD-P target pendapatan dari pos pajak ini bisa dinaikkan, jangan hanya sama besar dengan APBD induk.
Selain dari pos pajak daerah, DPRD Provinsi Sumatera Barat juga menilai ada beberapa pos pendapatan lainnya yang juga bisa ditingkatkan. Misalnya, pendapatan dari pos pajak air permukaan yang diterima dari PT.PLN untuk pemanfaatan air Danau Maninjau.
“Sejak lima tahun terakhir jumlah pendapatan dari pos ini tak meningkat. Seharusnya ini dinaikkan,” ujar Hendra Irwan Rahim.
Hal ini juga harusnya berlaku untuk pajak air permukaan PLTA Kota Panjang dimana pembagian antara Provinsi Sumatera Barat sebagai daerah asli sumber air dengan Riau sebagai penyebaran air, dinilai tak profesional. Pembagian ini juga dinilai tak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009, dimana seharusnya bagi hasil untuk daerah penghasi lebih besar dari daerah penerima.
“Baiknya pembagian ini dibicarakan lagi dengan Pemprov Riau,” ujarnya.
Selain itu, DPRD Provinsi Sumatera Barat juga menyoroti tak tercapainya target pembagian deviden dari beberapa Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Alhasil pada KUPA-PPAS dan APBD-P nanti target pendapatan yang berasal dari deviden BUMD direncanakan oleh Pemprov untuk diturunkan.
Tak tercapainya deviden itu, berasal dari Bank Nagari, Askrida dan Jamkrida. Bank Nagari semula ditargetkan memberikan deviden pada 2018 sebanyak Rp90,2 miliar namun direncanakan turun menjadi Rp65,3 miliar atau berkurang Rp24,85 miliar. Penurunan ini dinyatakan Bank Nagari pasca rapat umum pemegang saham (RUPS). Penurunan target juga dilakukan untuk Askrida dan Jamkrida.
“Kami (DPRD Sumbar) melalui tim Banggar belum dapat menyepakati pengurangan deviden ini. Apalagi setiap tahun ketiga BUMD ini mendapatan suntikan modal dari APBD Sumbar. Jadi Komisi III DPRD akan menganalisa kinerja BUMD-BUMD ini terkait tak tercapainya target. Hasil analisa ini akan kami jadikan pedoman untuk penyusunan APBD-P,” ujarnya.
Belanja Daerah
Pada KUPA-PPAS juga dirincikan kenaikan belanja daerah, yakni belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja tidak langsung direncanakan naik sebesar Rp487,4 juta. Pada belanja tidak langsung ada 6 pos anggaran. Semuanya mengalami kenaikan, kecuali pos untuk belanja pegawai yang diturunkan Rp48 miliar. Pada APBD induk awal, belanja pegawai senilai Rp2,11 triliun.
Sementara pos belanja tidak langsung yang mengalami kenaikan yakni belanja hibah pada badan/lembaga/organisasi. Kenaikannya mencapai Rp9,93 miliar. Kenaikan ini diantaranya tambahan hibah untuk KONI Sumbar Rp5,15 miliar, PMI Rp390 juta, KPID Rp2 miliar, PWI Sumbar Rp303 juta dan beberapa lainnya.
Lalu ada pula kenaikan hibah bantuan operasional sekolah (BOS) sebesar Rp910 juta, kenaikan belanja bagi hasil pada kabupaten/kota Rp34 miliar, kenaikan belanja bantuan keuangan pada kabupaten/kota Rp4,2 miliar.
Sementara untuk pos belanja langsung naik sebesar Rp207 miliar dari Rp2,6 triliun pada APBD induk menjadi Rp2,84 triliun. Yakni Rp28,4 miliar untuk belanja pegawai, Rp1,5 triliun untuk belanja barang dan jasa, serta Rp1,09 triliun untuk belanja modal.
Hendra Irwan Rahim menegaskan walaupun KUPA-PPAS APBD telah disahkan kemungkinan DPRD melalui tim banggar masih akan menganalisas usulan Pemprov sesuai dengan KUPA-PPAS tersebut. KUPA-PPAS tersebut, kata dia, memang merupakan pedoman penyusunan APBD-P. Namun tak menutup kemungkinan masih akan dilakukan rasionalisasi berupa penggeseran, pengurangan atau peningkatan jumlah anggaran untuk beberapa pos mata anggaran.
“Tim Banggar DPRD Sumbar akan melakukan analisa dan pembahasan lanjutan untuk penyusunan APBD-P. Kami berharap APBD-P bisa disahkan September. Sehingga masih tersisas sekitar tiga bulan untuk pelaksanakan program sebelum berakhirnya tahun anggaran 2018,” ujar Hendra. (Syafri)