Suasana Rapat Paripurna DPRD Provinsi Sumatera Barat
PADANG, TOP SUMBAR — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat Ahmad Chaidir dari Fraksi Gerindra, kembali sampaikan permasalahan pertambangan Di Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman saat rapat paripurna, di Ruang Sidang Utama Gedung DPRD Provinsi Sumatera Barat, Jumat (25/5).
Rapat Paripurna itu dalam Rangka penyampaian pendapat akhir terhadap Ranperda, tentang Pertanggung Jawaban Pendapatan dan Perbelanjaan Daerah Tahun Anggaran 2017 tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Hendra Irwan Rahim dan dihadiri oleh Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit serta jajaran pejabat Pemerintah Provinsi Sumatera Barat lainnya.
Ahmad Chaidir saat memberikan pandangan fraksinya terhadap Ranperda, ia menyampaikan tentang perizinan tambang dan polemik tentang izin-izin yang dikeluarkan di Provinsi Sumatera Barat. Terutama masalah izin tambang di Nagari Simpang Tonang, Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman.
Disampaikan Ahmad Chaidir, bahwa sehubungan dengan Tragedi yang terjadi baru-baru ini di Nagari Simpang Tonang Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman terkait perizinan tambang PT. Inexco Jaya Makmur (IJM) yang dikeluarkan atas nama Gubernur Sumatera Barat.
“Dimana pada hari Selasa malam (22/5), sekitar 46 warga masyarakat digebuk oleh aparat gabungan (TNI-Polisi-Sat Pol PP) di Kenagarian Simpang Tonang, karena menolak tambang,” katanya.
Sebagai Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat, lanjut Ahmad Chaidir, dari daerah pemilihan tersebut, sangat menyayangkan perlakuan aparat yang represif terhadap warga.
“Untuk itu, kami minta kepada Institusi yang berwenang di Lembaga TNI dan Polri, agar menindak tegas oknum anggotanya yang melakukan tindakan penganiayaan pada warga,” pintanya.
Dipaparkan Ahmad Chaidir dari Fraksi Partai Gerindra, proses penolakan ini sudah dilakukan masyarakat sejak lama. Baik itu dilokasi tambang, di Kantor Bupati bahkan sudah sampai ke Provinsi.
“Puncaknya Pada (11/1/2018) perwakilan masyarakat dan Ninik Mamak Nagari Simpang Tonang datang ke DPRD dan meminta agar pemerintah mengeluarkan titik koordinat Nagari Simpang Tonang dari peta lokasi yg dimiliki PT. IJM yang izinnya semula berada di Kenagarian Cubadak,” jelasnya.
Diungkapkan, Pada saat rapat dengar pendapat tersebut hadir Kadis ESDM, Penanaman Modal dan PTSP, Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Satpol PP,” ungkapnya.
Pada hari itu Hendri Martunis Kadis ESDM berjanji bersama timnya termasuk Sat Pol-PP akan turun ke lapangan. Namun, sampai peristiwa yang tidak manusiawi ini meletus, yang bersangkutan tidak pernah menepati janjinya,” sebutnya.
Dijelaskan lebih dalam lagi, Pada (28/2/2018) masyarakat melakukan rapat Akbar dengan membuat pernyataan menolak tambang, lalu suratnya dikirim ke kantor Bupati Pasaman dan Gubernur Sumbar.
Kemudian pada minggu (11/3/2018) ribuan masyarakat melakukan aksi penolakan tambang kelokasi pembangunan Base Camp PT IJM. Pada saat itu, kapolres Pasaman berjanji akan menutup sementara operasi PT. IJM sampai persoalan ini selesai, namun dua hari kemudian kegiatan tetap juga berjalan,” sebutnya.
Kembali dikatakan Ahmad, Dibulan yang sama saat pertemuan warga dengan pihak perusahaan yang siwakili GEOI SIONG HWAT alias Edwar, sudah membuat surat pernyataan akan menghentikan aktifitasnya di Kenagarian Simpang Tonang. Namun tetap saja setiap harinya kegiatan berjalan,” katanya.
Lalu, Pada (27/3/2018) perwakilan masyarakat Nagari Simpang Tonang dan Mahasiswa melakukan aksi penolakan tambang di kantor Gubernur sumatera Barat. Kembali Pada (26/4/2018) masyarakat melakukan aksi tolak tambang di Kantor Bupati Pasaman,” terangnya.
Bahkan, sejak itu masyarakat sudah sering memblokade jalan di Nagari Simpang Tonang untuk menghadang alat-alat berat berupa excapator yg akan masuk kelokasi,” imbuhnya.
“Dari rangkaian tuntutan aksi dan penolakan tersebut, tidak satu pun ada tanggapan dari pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat sebagai pihak yang mengeluarkan perizinan,” ungkapnya.
Anehnya, tanpa proses yang jelas, Gubernur Sumatera Barat melalui Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu mengeluarkan pembaharuan izin pertambangan PT. IJM seluas 2.408 Hektare pada tanggal 24 April 2018, dengan memasukkan nagari Simpang Tonang sebagai wilayah yg termasuk dalam daerah perizinan tambang itu,” ulasnya.
Jadi puncaknya pada Selasa (22/5/2018) kemaren, saat masyarakat menghalau material yang akan dimasukkan ke perusahaan tambang, terjadilah bentrok antara masyarakat dg pihak keamanan TNI dan Polri.
Dalam kejadian itu sebanyak 46 warga luka-luka bahkan sampai saat ini masih ada korban yang dirawat dirumah sakit,” terangnya.
Juga demikian halnya kejadian di gunung talang Kabupaten Solok, sampai saat ini masyarakat terus melakukan aksi menolak Tambang Geo Termal disana.
Bahkan setiap minggu sekarang ini, ada tiga warga yang ditahan harus mengikuti proses persidangan di pengadilan dan puluhan warga lainnya jadi DPO, itu di diakibatkan karena aksi menolak Tambang Geotermal di Gunung Talang,” ucapnya.
Lain halnya yang terjadi di Kabupaten Limapuluhkota, dimana puluhan Tenaga Kerja Asing (TKA) bekerja di sektor pertambangan, yang menurut hemat kita spesifikasi pekerjaan yg dikerjakan oleh TKA, itu bisa dikerjakan oleh tenaga kerja lokal,” imbuhnya.
Menurut hemat ahmad, proses perizinan tambang ini berdampak luas dan bisa mengganggu stabilitas lingkungan serta kehidupan sosial masyarakat.
Maka dengan itu ahmad mengajak rekan-rekan anggota DPRD Sumatera Barat, agar kelembagaan DPRD melakukan Hak Interpelasi kepada Gubernur Sumatera Barat terhadap seluruh perizinan tambang yang dikeluarkan,” ajak ahmad mengkhiri. (Syafri)