Oleh Desri Ayunda
Alhamdulillah, kita memasuki bulan Ramadhan 1439 H/2018. Bulan penuh berkah, maghfirah, tempat kaum beriman menempa menjadi pribadi-pribadi yang baik menjadi terbaik. Satu bulan penuh menunaikan ibadah puasa bersama sunnah yang mengiringinya, kita akan meresapi suasana bathin penuh “tawadhu”. Kita patut bersyukur kepada Allah SWT, masih dipertemukan pada bulan dimana Al-Qur’an diturunkan kepada Muhammad SAW.
Bila kita kenang sepanjang hidup, sedari muda hingga tua, setiap melewati bulan Ramadhan selalu berbeda-beda. Tidak nyaris sama Ramadhan tahun ini dengan tahun lalu, entah bagaimana pula tahun depan. Ini kita sadari sendiri, dimana usia kita bertambah antar Ramadhan yang tiba seiring pengalaman spiritual, serta alam pikiran yang terus berkembang. Begitulah, setiap Ramadhan yang kita lalu memunyai makna dan rasa yang berbeda. Tidak persis sama. Karena itu pula, Ramadhan datang dapat memiliki arti “Kesempatan memperbaiki diri” masih diberikan agar kehidupan spiritual kita terus mengalami kekuatan dalam menghadapi seluruh masalah yang tiba.
Sedari kecil kita diajarkan dalam pemahaman, Ramadhan tiba seperti tamu agung. Lalu rumah-rumah dibersihkan, surau-masjid dibersihkan, hati dibersihkan, bahkan ada kegiatan balimau. Kegiatan terakhir ini, memang sedikit bergeser menjadi budaya mandi-mandi ke tapian yang justru jauh dari substansi awal “Membersihkan diri dalam rangka memasuki bulan suci Ramadhan”. Namun kini budaya balimau bergeser menjadi semacam pesta memasuki Ramadhan.
Menjalankan ibadah puasa memang sebuah ajang pelatihan spiritualitas. Dikerjakan sangat personal, yang tahu soal puasa atau tidak, berkualitas atau tidak, hanya seseorang itu yang tahu dengan Allah SWT. Orang lain tidak tahu, sedekat apapun orang itu. Di sinilah, sifat jujur ditempa bak “Besi ditangan pandai besi”. Dipanas hingga memerah, lalu dipukul sejadi-jadinya, untuk membentuk menjadi perkakas rumah tangga bernilai guna dan seni tinggi. Begitu pula sifat jujur harus dimenangkan dari sifat bohong, sombong, angkuh dan sifat buruk lainnya. Hati harus siap tahan banting dengan segala godaan yang bisa membatalkan dan merusak amalan ibadah selama satu bulan penuh.
Sebagian orang menjalani ibadah puasa dengan berdiam di masjid, berdzikir, membaca Al-Qur’an, bahkan dibawa tidur. Tidur dengan niat beribadah pun tetap diberi pahala. Begitulah istimewa setiap saat di bulan penuh ampunan ini. Setiap saat dibuka pintu ampunan dan setiap saat memiliki nilai ibadah. Sebagian yang lain seperti hari-hari biasa, aktivitas kehidupan mesti berjalan sesuai dengan peran masing-masing. Namun tetap tidak makan dan tidak minum dan memelihara puasanya bak gelas di kepala. “Goyang sedikit jatuh dan pecah”.
Ibadah yang terjaga di bulan suci dengan kejujuran tingkat tinggi, memiliki efek besar dalam kehidupan pada bulan berikutnya. Kesyalehan sosial dan kesyalehan individu meningkat seiring waktu. Itu tercermin dalam sikap, tutur kata, serta tindakan yang mesti dibuatnya.
Ibadah puasa di bulan suci Ramadhan hanya bisa dilaksanakan oleh orang-orang beriman (Q.S.2:183). Orang-orang terpilih yang siap memasuki area pelatihan spiritual. Mereka yang tidak terpilih pun sebenarnya tak seorang pun tahu, hanya dia dengan Allah SWT yang tahu. Inilah ibadah yang bersifat rahasia. Mungkin seperti main golf, tak pakai wasit. Wasitnya diri sendiri.
Begitulah ibadah puasa, sebuah perjuangan melawan hawa nafsu, yang sebut Nabi Muhammad SAW sebagai perang paling berat dari perang yang pernah dilaluinya. Jika saja mampu melewatinya dengan sebaik-baik mungkin, dijanjikan menjadi pribadi yang terbaik. Pribadi yang diimpikan orang-orang beriman. Pribadi yang kuat dan disenangi oleh semua orang. Semoga kita mendapatkannya pada akhir Ramadhan ini, Amin.
“Selamat menunaikan ibadah puasa”.*******