Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno
PADANG, TOP SUMBAR — Sumatera Barat membutuhkan lebih banyak investasi di beberapa sektor untuk percepatan pembangunan daerah. Diantaranya sektor infrastruktur, pengembangan potensi alam, transpostasi, perikanan, pendidikan dan pariwisata.
Hal itu disebutkan oleh Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno usai pelantikan pejabat eselon II, di Aula Kantor Gubernur, Kamis (17/5).
“Tanpa adanya geliat investasi dan hanya mengandalkan APBD ataupun APBN, Sumbar akan sulit melakukan percepatan pembangunan dalam menghadapi persaingan global saat ini dan masa mendatang,” kata Irwan Prayitno.
Irwan Prayitno menyebutkan beberapa kunjungan ke luar negeri merupakan bahagian dalam mendatangkan investor dari berbagai potensi daerah, baik melalui kerjasama maupun perantaraan kedutaan Indonesia di negara-negara sahabat.
“Dari berapa kunjungan ke luar negeri untuk mendatangkan investor sudah ada yang berhasil. Bahkan, ada beberapa calon investor yang sudah berkunjung ke Sumbar untuk penjajakan investasi,” ungkapnya.
Sementara itu, dilanjutkan Irwan Prayitno, salah satu komoditas investasi yang dapat digarap di Sumatera Barat yakni Geothermal (Panas bumi). Irwan Prayitno meminta masyarakat untuk mendukung pengembangan Geothermal. Pasalnya, potensi panas bumi Sumatera Barat sebesar 1.600 MW yang tersimpan di 17 titik lokasi hingga saat ini belum tergarap optimal. Padahal, potensi tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Kalau tak dimanfaatkan, hanya terbuang saja. Jika ini dikelola dengan baik, hasilnya bisa untuk pembangunan infrastruktur jalan, jembatan dan memajukan pendidikan,” terangnya.
Irwan menegaskan bahwa Geothermal tidak merusak lingkungan. Tak satu pun pakar di dunia yang menyatakan bahwa Geothermal merusak lingkungan, justru malah ramah lingkungan. Jika ada yang mengatakan begitu, maka itu hanya oknum saja. Silahkan cek di Solok Selatan, di daerah lain dan di luar negeri terkait pengembangan Geothermal ini. Tidak ada yang menyatakan merusak lingkungan.
“Dari 17 potensi panas bumi ini, baru satu yang sudah diolah yakni di Solok Selatan. Kemudian ada yang baru lagi di Kabupaten Solok. Masih ada 15 titik lagi yang belum termanfaatkan dan potensinya hanya terbuang begitu saja,” ucapnya.
Seharusnya, dengan potensi panas bumi yang cukup besar, Sumatera Barat harus bersyukur. Karena bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, investor juga datang bawa uang untuk investasi dengan nominal ratusan miliar hingga triliunan rupiah. Pengembangan Geothermal tak ada masalah dengan lingkungan hidup dan kehutanan. Jika hal itu terjadi, maka ia orang yang pertama yang menolaknya.
“Setiap tahun, Pemprov Sumbar selalu juara II dan III dalam pengelolaan lingkungan hidup. Penghargaan itu diberikan langsung oleh Presiden. Penilaian dilakukan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Tahun lalu Sumbar juara II, sedangkan Jatim juara I dan DKI juara III. Sebelumnya lagi, Jatim juara I, DKI juara II dan Sumbar juara III,” terangnya.
Dalam penilaian itu, tim Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup turun ke Sumatera Barat. Di mana tim langsung mengecek kondisi udara. Serta mencek kondisi sungai dan hutan. Selain itu, juga ada wawancara langsung dengan sembilan penguji. Jika Sumatera Barat berhasil jadi pemenangnya, artinya kebijakan yang telah dibuat Gubernur sudah benar. Dan jangan lagi dibentur-benturkan dengan isu lingkungan dan hutan.
“Itu namanya tak benar. Hutan kita bagus semuanya dan tak ada yang menjarah untuk kepentingan tertentu. Bantulah dan dukung kami dalam pengembangan Geothermal ini,” pintanya.
Irwan Prayitno menegaskan, ia tak punya kepentingan apapun terkait dengan pengembangan Geothermal ini. Karena selesai jadi Gubernur pada tahun 2021, kemungkinan ia tak tinggal di Sumatera Barat. Selain itu, ia juga tak mencari hidup di Sumatera Barat. Karena sudah ada pekerjaannya di luar.
“Ini bukan kepentingan saya. Tapi kepentingan anak cucu. Kalau tak Gubernur yang mencari investor lalu siapa lagi. Dan kalau tak media yang ikut membantunya lalu siapa lagi yang membantu,” ucapnya.
Beda dengan tambang, untuk Geothermal ini tak dibutuhkan analisa dampak lingkungan hidup (amdal). Selain itu, ada anggapan bahwa Geothermal akan menyebabkan air minum masyarakat berkurang. Padahal untuk kebutuhan air minum itu hanya pada kedalaman 10-20 meter saja. Sementara untuk panas bumi dari 1.000 meter sampai 1.500 meter. Hanya uapnya saja yang diambil dan airnya akan dikembalikan lagi.
Ada juga yang mengaitkannya dengan ancaman kekeringan areal pertanian. Padahal untuk areal pertanian itu hanya membutuhkan air permukaan. Ada juga yang mengaitkan dengan kerusakan hutan. Padahal Geothermal tersebut membutuhkan hutan yang terjaga untuk keberlangsungan pasokan airnya.
“Jadi tak mungkin investor akan merusak hutan dalam kegiatan operasionalnya, sementara mereka juga butuh air dalam operasionalnya,” pungkasnya. (Syafri/rel)