PADANG, TOP SUMBAR–Adanya dugaan penyiksaan dan penindasan kepada Melati (nama samaran red) bocah 11 tahun oleh ayah tiri dan ibu kandungnya di Padang membuat lembaga Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan geram. Direktur Nurani Perempuan Yefri Heriani menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal kasus anak berantai ini sampai tuntas.
“Kita akan mengawal kasus ini hingga menemukan titik terang. Semoga anak yang jadi korban mendapatkan perlindungan dan bisa dibantu merencanakan kehidupannya ke depan. Saat ini, kami (Nurani Perempuan, red) sudah berkoordinasi dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Padang,” ucap Yefri Heriani.
Yefri melihat, diperlukan kejelasan perlindungan anak ke depan, dalam hal ini penangan untuk mendukung pemulihan anak. Pemerintah punya kewajiban untuk memastikan pengasuhan anak ke depannya. Tindak pidana yang telah dilakukan harus mendapatkan ganjaran, tapi kita perlu juga mengetahui latar belakang mengapa tindakan ini terjadi.
“Apakah karena kemiskinan, sehingga ibu menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan melampiaskannya ke anak? Bila itu terjadi, si ibu dan juga korban membutuhkan hak untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan hukum,” ulasnya.
Pelaku kekerasan terhadap anak dan perempuan dapat dijerat dengan pasal 76 E jo 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang (UU) nomor 23 tahun 2002 tentang pelindungan anak.
Sebelumnya Melati sempat mencoba kabur dari rumahnya saat dirantai oleh Ayah tiri dan ibu kandungnya. Sembari memohon untuk ke kamar mandi buang air kecil, Melati nekad kabur hingga sampai di kawasan Asrama Polisi (Aspol) Lolong, Kelurahan Flamboyan Baru, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat pada Kamis (11/1/2018) malam.
Sesampainya disana, Melati berhenti. Dia duduk sejenak di rumah seorang perwira polisi. Ternyata Melati berhenti di rumah seorang petinggi di Polda Sumbar. Kemudian dibawa ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Padang. (Red)