Direktur LBH Padang, Era Purnama Sari
PADANG, TOP SUMBAR – Keikutsertaan aparat bersenjata dalam rombongan PT Hitay Daya Energy (HDE) yang akan melakukan survei lokasi geothermal di Batu Bajanjang, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok tempo hari mendapat sorotan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang.
Direktur LBH Padang Era Purnama Sari memandang hal itu sebagai bentuk intimidasi pihak perusahaan kepada masyarakat.
Menurut Era, jika tujuan perusahaan ke sana hanya untuk melihat lokasi, tidak perlu membawa aparat bersenjata. Secara psikologi sosial, kondisi demikian sudah tindak kondusif untuk melakukan perundingan sehingga terjadilah kericuhan.
“Tidak ada perundingan yang dilakukan di bawah tekanan senjata. Perundingan itu harus setara,” ujarnya di Kantor LBH Padang, Selasa (21/11).
Berdasarkan informasi yang diterima LBH dari masyarakat setempat, aparat yang mendampingi rombongan itu diduga tidak diperintahkan oleh institusinya secara resmi. Saat diminta warga untuk menunjukkan surat tugas/surat perintah, aparat tersebut tidak dapat menunjukkannya.
Era kemudian mengungkapkan, upaya-upaya intimidasi kepada masyarakat sebelumnya juga sudah pernah dilakukan aparat. Sekitar Agustus lalu beberapa masyarakat yang menyebarkan pamflet penolakan terhadap geothermal pernah dipanggil polisi.
Namun yang aneh, masyarakat dipanggil melalui surat permintaan keterangan yang tidak dikenal dalam hukum acara. Padahal waktu itu kasusnya adalah pencemaran nama baik yang mesti jelas siapa yang melaporkan.
“Mereka cenderung memilih cara-cara yang tidak punya implikasi hukum, tetapi membuka pintu kriminalisasi kepada masyarakat,” kata Era.
Ia selanjutnya juga mengkritik cara pemerintah dalam menetapkan izin pembangunan geothermal. Pemerintah dinilai tidak memberikan ruang bagi masyarakat untuk menentukan apakah menerima atau menolak suatu pembangunan.
Pemerintah mestinya dalam membangun apapun harus memenuhi prinsip free, prior, and informed consent (FPIC). Sebelum ada izin, mestinya masyarakat diajak berpartisipasi aktif, dan mendapatkan informasi mengenai dampak positif dan negatif bagi mereka dari pembangunan yang dilakukan. Setelah mendapatkan penjelasan, masyarakat berhak menerima atau menolak pembangunan tersebut.
“Dalam suatu perundingan mestinya ada kemungkinan sepakat untuk sepakat dan sepakat untuk tidak sepakat. Tapi sepertinya rezim sekarang tidak memberi ruang masyarakat untuk tidak sepakat,” ujarnya.
Sebelumnya, satu unit mobil dari PT HDE dibakar oleh massa yang mengatasnamakan dari masyarakat Salingka Gunung Talang, Kabupaten Solok. Saat itu, perwakilan dari PT HDE meninjau lokas eksplorasi untuk proyek energi panas bumi (geothermal) di Batu Bajanjang, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Senin sore (20/11).
Warga yang marah memaksa seluruh rombongan pimpinan PT HDE yang terdiri Senior Project Manager Novianto dan Heri untuk turun dari mobilnya. Lima Anggota TNI dari satuan Marinir Lantamal Padang yang turun dengan membawa senjata laras panjang didampingi 3 orang anggota koramil Lembang Jaya yang berada di mobil ke dua, tak mampu berbuat banyak ketika massa yang mulai marah mulai melempari mobil dengan batu. (Syafri)
Sumber :Padangkita.com