PADANG, TOP SUMBAR–Proses pencairan dana bantuan hibah di Pemerintah Kota Padang disorot oleh anggota DPRD Kota Padang dari Fraksi Partai Nasdem, Amrizal Hadi. Menurutnya, pemko terlalu kaku dalam menerapkan aturan.
Hal itu diungkapkannya ketika dikonfirmasi terkait realisasi pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD Kota Padang yang dilaksanakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Pasalnya, akhir-akhir ini anggota dewan mengeluhkan realisasi Pokir tersebut.
Amrizal Hadi sendiri mengaku belum semua Pokir yang diusulkannya direalisasikan. Padahal, sudah termasuk yang dianggarkan dalam APBD tahun ini. “Belum semua Pokir saya yang direalisasikan. Bansos hibah yang banyak belum direalisasikan,” katanya, Kamis (2 /11).
Amrizal menilai adanya kekurang pahaman terkait aturan yang ada terkait bantuan sosial dan hibah. Menurutnya, pemko terlalu kaku dalam menerapkan aturan.
“Terlalu kaku mereka dalam menerapkan soal masalah itu. Padahal, berdasarkan Permendagri no. 14 tahun 2016, ada turunannya, kalau sudah terdaftar atau ada SKT (Surat Keterangan Terdaftar, red) di Kesbangpol, maka sudah bisa dicairkan,” ujarnya.
Namun ironisnya, kata Amrizal Hadi, pencairan dana hibah dan bansos tak cukup dengan SKT tersebut. Pemko Padang malah meminta SK pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia (Menkumham).
“Bagi saya belum bisa selesai. Saya saat ini kan masih sering ke luar. Saya mengharapkan, Pokir itu direalisasikan sesuai peruntukkannya dan berpedoman kepada aturan yang ada,” ujarnya.
Ia menegaskan, jangan sampai dialokasikan kepada hal-hal yang tidak prioritas. Kalau organisasi kemasyarakatan tadi berupa ormas memang diharuskan ada SK pengesahan Menkumham.
“Tapi kalau tidak, ya harus menyesuaikanlah. Jangan sampai Pokir kawan-kawan anggota dewan terganggu dengan hal tersebut. Kalau Pokir berupa pengerjaan fisik usulan saya, sudah terealisasi semuanya. Yang tinggal hibah bansos,” terangnya.
Dikatakan Amrizal Hadi, Pokir yang ia usulkan berupa hibah bansos masih banyak yang belum dicairkan. Misalnya saja bantuan untuk Klinik Aisyiyah sebesar Rp300 juta.
Sampai kini, yang untuk Klinik Aisyiyah tersebut, belum mau pemko mencairkan. Mereka minta melengkapi persyaratan administrasi klinik dilengkapi. Padahal, klinik ini sudah beroperasi sejak tahun 1957, apa juga yang mau dilengkapi? Klinik ini tidak baru beroperasi.
Ia melihat, yang dipersoalkan dalam proses pencairan dana hibah bansos bukan hal-hal yang subtansial. “Saya belum tahu pasti, apakah ini politis atau memang persoalan teknis sebenarnya,” ungkapnya. (H/B)