PADANG, TOP SUMBAR – Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga September 2017, sudah lolos tujuh kepala daerah.
Jumlah yang kita buat, dan buatlah kita prihatin dengan tindakan amoral para kepala daerah itu.
Kepala daerah yang diciduk KPK antara lain, Wali Kota Cilegon TB Iman Ariyadi (September), Wali Kota Batu Eddy Rumpoko (September), Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain (September).
Wali Kota Tegal Siti Masitha (Agustus), Bupati Pamekasan Achmad Syafii Yasin (Agustus), Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti (Juni), dan Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun (Januari).
Prilaku kepala daerah ini sungguh memprihatinkan, sebab para pemimpin daerah yang seharusnya memikirkan kesejahteraan masyarakatnya, malah terlibat kasus korupsi.
Selain tujuh kepala daerah itu, pada tahun lalu menurut Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, ada sekitar 343 kepala daerah yang berperkara hukum, baik di Kejaksaan, Kepolisian, maupun KPK. Sebagian besar dari jumlah tersebut terkait masalah pengelolaan keuangan daerah.
Data yang dilansir KPK per 30 Juni 2016, dilaman acch.kpk.go.id menunjukkan, setidaknya dalam kurun waktu 2004 – 2016 ada 65 kepala daerah korup yang ditangani KPK. Data tersebut tentu belum termasuk kasus Gubernur Sultra, Nur Alam, dan Bupati Banyuasin, Yan Anton Ferdian.
Kepala daerah yang ditangkap KPK itu paling banyak adalah kasus suap, pengadaan barang atau jasa, perizinan, pungutan, penyalahgunaan anggaran, TPPU.
OTT terhadap para kepala daerah itu semakin menunjukkan bahwa urusan suap menyuap sepertinya sudah lazim dilakukan para pejabat di negeri ini.
Lihat saja dari beberapa kasus yang diungkap lembaga pemberantasan anti korupsi seperti Kejaksaan Agung, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sudah banyak oknum pejabat negara, mulai dari tingkat menteri, kepala daerah, penegak hukum, pejabat BUMN, sampai para pejabat kelas teri menerima suap atau mudah disogok.
Dari banyaknya pejabat negara yang menerima suap itu seakan membenarkan apa yang disampaikan mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/9/2015). Pada kesempatan itu dia mengemukakan, mustahil ada kepala daerah di Indonesia yang tidak pernah menerima hadiah atau janji setelah atau sebelum menduduki jabatannya.
Apa yang dikatakan Fuad Amin ada benarnya. Buktinya, sudah ratusan kepala daerah, puluhan wakil rakyat dan sejumlah menteri yang sudah dijadikan tersangka kasus korupsi, dan sebagian besarnya sudah dijebloskan ke dalam penjara.
Berbagai kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara menjadi bukti, masih ada pejabat publik kita yang doyan menerima suap, masih ada pejabat publik kita yang bermental bobrok.
Mereka tak peduli, kalau tindakannya itu telah mengorbankan rakyat, dan mengikis kepercayaan rakyat kepada pemerintah, pokoknya semua mereka embat.
Kita mengingatkan, sebagai pejabat negara yang diberi amanah oleh rakyat, seharusnya menjadi panutan bagi rakyat. Pejabat Negara juga penjaga moral, karenanya dia pun harus bermoral baik.
Publik berharap agar para pejabat negara untuk mengutamakan hidup sederhana, selalu menjaga kehormatan dan tegas dalam mengambil kebijakan yang benar.
Di era serba krisis ini, rakyat sangat membutuhkan adanya komitmen etis dan leadership moral serta kepekaan nurani pejabat negara. Rakyat juga berharap pejabat negara memiliki komitmen ‘demi kepentingan bangsa’, bukan ‘demi kepentingan anak, istri dan keluarga.’
Kemajuan negeri ini bisa diraih jika pejabat-pejabatnya yang bersih, jujur, bermoral, berintegritas, dan tidak melacurkan profesionalismenya, antara lain dengan menerima suap.
Jika kebanyakan pejabat Negara itu kotor dan rakus, serta doyan menerima suap, negeri ini semakin mengarah kepada kehancuran. Sementara rakyat tetap hidup dalam penderitaan.
Kita prihatin dan membuat kita sedih, geram, dengan pejabat-pejabat negara yang doyan menerima suap itu. Kenapa mereka tega memperkaya diri sendiri ditengah rakyat miskin yang tidak mampu membeli beras satu liter pun.
Kita berharap agar kepala daerah harus menghindari praktek suap dan korupsi, karena akan merugikan masyarakat. Sebagai pejabat yang dipilih rakyat, seorang kepala daerah harus mengutamakan kepentingan masyarakat ketimbang kepentingan kelompok dan pribadi.
Sementara itu ketua LSM Komunitas Anak Daerah (KOAD) yang diadakan di Padang mengomentari “kami penuh harapan terhadap KPK agar lebih pro aktif melakukan penegakan hukum keras KPK jangan Lupa ibarat berdagang, KPK harus menghitung uang masuk dan uang keluar. KPK harus merenungkan biaya yang di habiskan, untuk menyelesaikan satu kasus dan berapa pengembalian uang negara yang akan dihasilkan, “kata ketua LSM KOAD.
LSM KOAD selamat kasus yang sudah di laporkan ke KPK agar segera di dalami, jangan sampai pada pelaku kelas bawah saja yang dijadikan tersangkanya. (Syafri)
Sumber: Sumbartoday