Masyarakat Batu Bajanjang dan sekitar Gunung Talang mendemo kantor Bupati Solok dan DPRD Kabupaten Solok
KABUPATEN SOLOK, TOP SUMBAR – Aksi demo Masyarakat Batu Bajanjang, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, untuk menolak dengan tegas rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geothermal yang bersumber dari Gunung Talang oleh PT. Hitary Daya Energy (HDE), yang merupakan investasi dari dari negara Turky, Senin (2/10), mulai brutal.
Kali ini masyarakat Batu Bajanjang dan sekitarnya berdemo jauh lebih banyak dari pada demo pertama yang dilakukan di Tugu ayam Arosuka pada Senin tanggal 13 September 2017 lalu.
Bahkan kali ini bukan hanya masyarakat Batu Bajanjang yang hadir di Taman Tugu Ayam, tapi sudah bergabung dengan masyarakat sekitar lokasi rencana pembangunan geothemal, seperti dari nagari Bukit Sileh dan Kampung Batu Dalam, Kecamatan Danau Kembar.
Masyarakat yang datang sekitar jam 11.00 WIB untuk berdemo tersebut, dihadang di depan pintu masuk kantor Bupati Solok, oleh ratusan petugas gabungan dari Satpol PP, Polres Arosuka, Polresta Solok, Kodim 0309 Solok yang dipimpin langsung oleh Kapolres Arosuka, AKBP Reh Ngenana Depari.
Beberapa tulisan dan spanduk bertuliskan menolak rencana pembangunan geothermal di tanah ulayat mereka dipajang di depan taman Tugu Ayam.
Sementara yel-yel dan teriakan menolak rencana pembangunan juga lantang disuarakan. Sebagian pendemo meminta Buapati Solok untuk menemui mereka.
Aksi tersebut mendapat perhatian khusus dari masyarakat dan pegawai, dimana pada waktu bersamaan di depan kantor Bupati dan DPRD Kabupaten Solok juga sedang digelar Job Fair.
Usai makan siang, beberapa perwakilan pendemo diterima Bupati Solok, Gusmal, Wakil Bupati Solok, Yulfadri Nurdin, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Solok, Aswirman, Para Staf Ahli dan Kepala SKPD serta Ketua DPRD Kabupaten Solok, dan Hardinalis Kobal.
Kepada Bupati Solok, perwakilan masyarakat pendemo, Indra, meminta Bupati Solok untuk membatalkan rencana pembangunan Listrik Panas Bumi di nagari mereka, sebab akan bertampak pada kerusakan lingkungan dan pembangunan tersebut berada di Hutan Lindung.
“Kami warga Batu Bajanjang dan warga sekitarnya yang terdiri dari delapan nagari di Tiga kecamatan, menolak tegas rencana pembangunan perusahaan listrik tenaga panas bumi Batu Bajanjang dan berharap Bupati Solok bisa membatalkannya,” Pinta Indra, mewakili masyarakat Batu Bajanjang dan sekitarnya.
Menangapi hal itu, Bupati menjelaskan bahwa pihaknya menyampaikan ucapan terimakasih kepada pendemo yang sudah datang mengadukan nasib mereka ke Bupati.
“Kita adalah bersaudara, nagari saya di Guguk dan antara Guguk dan Lembang Jaya, khususnya nagari Koto Anau adalah satu kesatuan. Jadi saya sangat memahami apa yang saudara keluhkan saat ini. Namun untuk membatalkan izin tersebut, tentulah saya tidak bisa, karena izin dari perusahaan tersebut langsung dikeluarkan oleh Kementerian ESDM di Jakarta. Dan kami di pemerintahan ini tidak bisa menentang matahari sebab di pemerinatahan Kementerian itu adalah atasan kami,” jelas Gusmal.
Disebutkan Bupati, kalau pendemo mau dibatalkan izinnya, sebaiknya datang langsung ke Jakarta ke Kementerian ESDM dan Pemerintah Kabupaten Solok mau mendampingi dengan mengutus Wakil Bupati Solok bersama masyarakat ke sana.
Selain itu, pendemo juga meminta Presiden RI dan Kementeri ESDM, membatalkan izin PT. HDE sebagai pemenang tender gethermal serta menolak tanah ulayat dijadikan eksploitasi panas bumi.
Disebutkan perwakilan pengunjuk rasa, pada tanggal 10 Agustus 2017 lalu, pihaknya juga suadah mengirim surat ke Walinagari, Bupati Solok, DPRD Kabupaten Solok dan Gubernur Sumatera Barat, dan menyampaikan penolakan mereka, namun sampai sekarang surat tersebut tak pernah diresfon.
Para pendemo yang tidak sabaran menunggu perwakilan mereka berunding dengan Bupati, masuk menerobos melalui pintu samping kantor Bupati dan melakukan aksi brutal dengan melemparkan batu ke arah petugas.
Bahkan Kapolres Arosuka yang sudah berada di luar halaman parkir, nyaris kena lemparan batu. Beberapa orang pendemo yang diduga sebagai provokator, ditangkap polisi dan diamankan kedalam mobil water cannon milik polresta Solok.
Sementara kantor Bank Nagari Cabang Arosuka, ikut pecah karena dilempar pendemo. Situasi mulai tak terakendali, bahkan petugas sibuk membubarkan pendemo dengan tembakan peringatan.
Satu orang pelaku sempat diamankan petugas dan membuat aksi masa terbakar dan meminta petugas melepaskan rekan mereka.
Aksi memanas itu berlangsung sekitar 20 menit dan sekitar jam 15.30 WIB. Polisi setelah berkoordinasi dengan perwakilan pendemo, melapaskan rekan mereka yang dinilai anarkis.
Baru sekitar jam 4 sore, pendmo membubarkan diri dan berjanji akan datang lebih besar lagi pada demo tahap 3.
Namun sebagian pendemo bukannya pulang, namun langsung menuju kantor DPRD Kabupaten Solok untuk menemui anggota DPRD yang kebetulan saat itu sedang ada Sidang Paripurna.
Sepuluh orang perwakilan mereka diterima anggota dewan yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Hardinalis Kobal dan Wakil Ketua DPRD Yondri Samin di ruang rapat utama bersama anggota DPRD lainnya.
Disana juga mereka menyampaikan aspirasi mereka dan tetap menolak geothermal. Bahkan saat Kapolres Arosuka masuk ke ruang Sidang untuk ikut pertemuan, langsung ditolak oleh anggota dewan.
Seperti Nosa Eka Nanda yang menyebutkan rapat tertutup untuk umum. “Interupsi ketua, tadi kita sepakat bahwa rapat ini tertutup untuk umum, jadi kita berharap kita saja yang ada di sini tidak boleh pihak lain,” jelas Nosa Eka Nanda.
Akhirnya Kapolres meninggalkan ruangan dengan ditemani Ketua DPRD Kabupaten Solok, Hardinalis Kobal. Namun puluhan personil Kepolisian dari Intelkam Solok yang dipimpin langsung oleh Kasat Intel, AKP Sosmedya sampai menjelang Maghrib, tetap berjaga-jaga di depan gedung dewan yang terhormat itu.
Dari hasil pertemuan tersebut, DPRD Kabupaten Solok sepakat membuat Pansus. Menurut Perwakilan masyarakat pendemo, penolakan itu dilakukan karena mereka takut nanti nagari mereka akan menjadi korban seperti di Sidoarjo, dimana terjadi semburan lumpur lapindo.
“Kami juga ngeri kalau nagari kami akan kering dan tercemar limbah perusahaan itu dan kami khawatir nanti air yang biasa mengaliri area pertanian kami akat tersedot oleh proyek itu. Juga kami takut akan terjadi gempa bumi sebagai dampak dari pengeboran,” kata Mulyadi, salah satu warga yang ikut demo.
Menurutnya, pembangunan tambang panas bumi itu akan berdampak negatif bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat yang bekerja sebagai petani.
Ditambahkan Mulyadi, menurut warga pengeboran panas bumi itu akan berdampak terhadap berkurangnya debit air yang akan mengaliri sawah dan memicu terjadinya gempa bumi dan bencana alam lainnya seperti longsor.
Proyek pembangunan panas bumi itu merupakan bagian dari upaya pemenuhan energi 35.000 MW, namun penetapan WKP yang berada di kawasan Gunung Talang dan dekat pemukiman masyarakat bisa mengancam kehidupan masyarakat setempat.
Untuk diketahui, PT HDE sudah mendapatkan izin pembangunan panas bumi seluas 27.000 hektare di kawasan Gunung Talang dengan jangka waktu 37 tahun itu, dan potensi energi 58 MW.
Sebelumnya Direktur LBH Padang Era Purnama Sari menilai rencana eksplorasi dan eksploitasi sumber panas bumi di wilayah Gunung Talang, Kabupaten Solok berpotensi mengancam kehidupan pertanian masyarakat.
“Kami menerima pengaduan dari masyarakat soal izin panas bumi di kawasan Gunung Talang-Bukit Kili. Mengingat status Gunung Talang sebagai kawasan hutan lindung yang memiliki fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, dampaknya bisa mempengaruhi aktivitas pertanian dan bisa menimbulkan bencana,” jelas Era.
Ia menambahkan, dengan telah adanya aktivitas dan telah dibangunnya land clearing atau pembukaan lahan, pembukaan akses jalan, serta pendirian kamp-kamp untuk pengeboran panas bumi. Era berpendapat bahwa proses izin panas bumi harus tetap memperhatikan aspek lingkungan dan juga sosial masyarakat.
“Pemerintah Kabupaten Solok harus mengambil langkah tegas untuk mengkaji ulang kembali proyek panas bumi di Gunung Talang tersebut,” tutur Era Purnama Sari.
Sebelumnya beberapa Minggu yang lalu, Bupati Solok dan Kapolres arosuka sudah memberi sosialisasi kepada masyarakat masalah pembangunan tersebut.
“Pemerintah Kabupaten Solok akan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat terkait investasi energi panas bumi atau geothermal oleh PT Hitary Daya Energy, yang mendapat penolakan warga setempat,” jelas Gusmal.
Gusmal menambahkan, terjadi miskomunikasi antara masyarakat dengan investor, serta belum adanya pemahaman masyarakat mengenai investasi panas bumi, sehingga muncul kekhawatiran terjadinya bencana.
“Hanya miskomunikasi saja. Masyarakat belum paham bahwa pengeboran geothermal berbeda dengan tambang lainnya. Kurang sosialisasi, sehingga masyarakat khawatir ada dampak lingkungannya,” kata Gusmal.
Dia menjanjikan peningkatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai manfaat energi panas bumi dan manfaatnya untuk pembangunan daerah itu.
Gusmal juga menceritakan dampak positif dari investasi energi panas bumi di daerah itu bagi masyarakat sangat banyak. Apalagi, pemerintah daerah sudah melakukan kajian mendalam mengenai dampak yang akan ditimbulkan. (Andar)