Suasana demo masyarakat Lembang Jaya di sekitar Tugu Ayam Jago depan Kantor Bupati Solok
KABUPATEN SOLOK, TOP SUMBAR – Masyarakat Nagari Batu Bajanjang, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, hari Senin (13/9), melakukan aksi demo ke kantor Bupati Solok, Jalan Lintas sumatera KM 25 Arosuka.
Kedatangan masyarakat Batu Bajanjang mendapat pengawalan ketat dari ratusan personil polisi dari Polres Arosuka, yang dipimpin langsung oleh Kapolres Arosuka, AKBP Reh Ngenana dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Solok yang dipimpin oleh Kasatpol PP, Efriyadi.
Para pendemo dari Lembang Jaya ini dihadang di depan Taman Tugu Ayam Jago, agar tidak masuk ke lokasi perkantoran Arosuka, yang merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Solok
Dalam aksi damainya, masyarakat Batu Bajanajng, menyampaikan orasinya menolak tegas rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geothermal yang bersumber dari Gunung Talang oleh PT. Hitary Daya Energy (HDE), yang merupakan investasi dari dari negara Turky.
“Kami warga Batu Bajanjang yang dan sekitarnya yang terdiri dari delapan nagari di dua kecamatan, menolak tegas rencana pembangunan perusahaan listrik tenaga panas bumi Batu Bajanjang Bukikkili, karena kami yakini akan merusak lingkungan kami,” ujar salah seorang masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Dia meminta agar Bupati Solok membatalkan rencana perusahaan dari luar itu berinvestasi di Solok.
“Kami takut nanti nagari kami akan menjadi korban seperti di Sidoarjo, dimana terjadi semburan lumpur lapindo di tempat kami. Kemudian kami juga ngeri kalau nagari kami akan kering dan tercemar limbah perusahaan itu,” ujar Umang, warga Batu Bajanjang.
Selain itu, para pendemo juga membawa tulisan dan spanduk yang bertuliskan menolak terkait investasi energi panas bumi atau geothermal oleh PT HDE.
“Kami khawatir nanti air yang biasa mengaliri area pertanian kami akat tersedot oleh proyek itu. Juga kami takut akan terjadi gempa bumi sebagai dampak dari pengeboran,” kata Mulyadi, salah satu warga yang ikut demo.
Menurutnya, pembangunan listrik panas bumi itu akan berdampak negatif bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat yang merata bekerja sebagai petani.
Ditambahkan Mulyadi, dari analisa warga, pengeboran panas bumi itu akan berdampak terhadap berkurangnya debit air yang akan mengaliri sawah dan memicu terjadinya gempa bumi dan bencana alam lainnya seperti longsor.
Proyek pembangunan panas bumi itu merupakan bagian dari upaya pemenuhan energi 35.000 MW, namun penetapan WKP yang berada di kawasan Gunung Talang dan dekat pemukiman masyarakat bisa mengancam kehidupan masyarakat setempat.
Untuk diketahui, PT HDE sudah mendapatkan izin pembangunan panas bumi seluas 27.000 hektare di kawasan Gunung Talang dengan jangka waktu 37 tahun itu, dan potensi energi 58 MW.
Para pendemo datang ke depan Tugu Ayam sekitar jam 11 siang dan meminta Bupati Solok keluar dari ruangan untuk menemui mereka. Namun Bupati Solok tidak bisa menemui para pendemo, karena sedang berada di Jakarta.
Baru sekitar satu jam kemudian, Wakil Bupati Solok, Yulfadri Nurdin bersama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Solok Hardinlis Kobal, datang menemui para pendemo.
Namun mereka tetap meminta Bupati Solok yang menemui mereka dan mereka terus menyampaikan orasi mereka yang intinya menolak tegas perusahaan listrik tenaga gas bumi dibangun di nagari mereka.
“Kalau bapak Bupati tidak keluar, kami akan terus bertahan disini dan berjanji akan membawa masa yang lebih besar lagi ke sini,” ancam para pendemo.
Setelah Wakil Bupati Solok Yulfadri Nurdin menjelaskan bahwa Bupati sedang berada di luar daerah, dan beliau berjanji akan menyampaikan hal tersebut kepada Bupati, baru sekitar jam 15 siang para pendemo membubarkan diri karena sudah mendapat penjelasan dari Wakil Bupati.
Sebelumnya Direktur LBH Padang Era Purnama Sari menilai rencana eksplorasi dan eksploitasi sumber panas bumi di wilayah Gunung Talang, Kabupaten Solok berpotensi mengancam kehidupan pertanian masyarakat.
“Kami menerima pengaduan dari masyarakat soal izin panas bumi di kawasan Gunung Talang-Bukit Kili. Mengingat status Gunung Talang sebagai kawasan hutan lindung yang memiliki fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, dampaknya bisa mempengaruhi aktivitas pertanian dan bisa menimbulkan bencana,” jelas Era.
Ditambahkannya, dengan telah adanya aktivitas dan telah dibangunnya land clearing atau pembukaan lahan, pembukaan akses jalan, serta pendirian kamp-kamp untuk pengeboran panas bumi. Era berpendapat bahwa proses izin panas bumi harus tetap memperhatikan aspek lingkungan dan juga sosial masyarakat.
“Pemerintah Kabupaten Solok harus mengambil langkah tegas untuk mengkaji ulang kembali proyek panas bumi di Gunung Talang tersebut,” tutur Era Purnama Sari.
Sebelumnya beberapa Minggu yang lalu, Bupati Solok dan Kapolres arosuka sudah memberi sosialisasi kepada masyarakat masalah pembangunan tersebut.
“Pemerintah Kabupaten Solok akan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat terkait investasi energi panas bumi atau geothermal oleh PT Hitay Daya Energy, yang mendapat penolakan warga setempat,” jelas Gusmal selaku Bupati Solok.
Dijelaskan Gusmal, terjadi miskomunikasi antara masyarakat dengan investor, serta belum adanya pemahaman masyarakat mengenai investasi panas bumi, sehingga muncul kekhawatiran terjadinya bencana.
“Hanya miskomunikasi saja, masyarakat belum paham, bahwa pengeboran geothermal berbeda dengan tambang lainnya. Kurangnya sosialisasi, sehingga masyarakat khawatir ada dampak lingkungannya,” jelas Gusmal.
Dia menjanjikan peningkatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai manfaat energi panas bumi dan manfaatnya untuk pembangunan daerah itu.
Gusmal juga menceritakan dampak positif dari investasi energi panas bumi di daerah itu bagi masyarakat sangat banyak. Apalagi, pemerintah daerah sudah melakukan kajian mendalam mengenai dampak yang akan ditimbulkan.
“Kalau soal izin itu mereka minta ke kementerian ESDM, bukan dari kita,” jelas Gusmal. (Andar)